” Inipun akan berlalu. This too shall pass”
Kata bijak ini menurut cerita versi Turki tertulis di cincin seorang Raja yang minta para orang bijak untuk menemukan sebuah kalimat yang dapat menghiburnya dalam segala situasi. Ketika dia menghadapi permasalahan yang membuatnya sangat tertekan, dengan membaca kalimat ini , dia kembali tenang dan terhibur hatinya. Ketika menghadapi kegembiraan, dia juga dapat menahan dirinya untuk tidak senang berlebihan karena ini juga akan berlalu.
Kalau dihubungkan dengan filosofi shinkyokushinkai ” Master our mind “, maka situasi hati dan batin kita juga akan kembali tenang setelah kita mampu mengontrol pikiran ketika menghadapi segala situasi.
Kalau tidak mampu kontrol maka dengan mengingat kalimat diatas bahwa “Inipunakanberlalu”, mungkin segera akan menyadarkan pikirannya sehingga dapat dikendalikan, kecuali pikirannya sudah dikunci dan tidak dapat disesuaikan lagi.
Supaya lebih mudah mengendalikan diri, sebaiknya jangan terlalu banyak mengobral pendapat karena akan termakan oleh pendapatnya atau omongannya kalau tidak hati hati. Satu kata satu perbuatan, oleh sebab itu simpan kata katamu kalau memang tidak mudah bagimu untuk memegangnya, lain kata kalau memang sudah teguh hatinya .
Bukankah salah satu nilai nilai budo yang diajarkan oleh Sosai tentang : ” tutupmulutmu, tundukkankepalamu, angkat matamu dstrnya …. ” mengajarkan untuk tidak asal bicara apalagi mempersoalkan hal hal yang sepele dan tidak mutu, berkeluhkesah, menjelekkan orang lain, menyalahkan sana sini tanpa introspeksi kedalam dirinya sendiri, melainkan tetap tundukkan kepala dalam arti selalu rendah hati dan tidak memamerkan keangkuhannya, dan tetap mengangkat matanya, dalam arti terus berusaha belajar untuk mencapai tingkat yang mumpuni karena kalau sudah tiba disana orang lebih banyak tutup mulut karena sudah dapat mengendalikan diri dan dapat menghargai orang yang pantas dihormati, orang yang lebih senior dari dirinya apalagi terhadap seorang pimpinan.
Masih banyak pelajaran budo yang dapat dipetik dari tulisan Sosai, antara lain ketujuh buah Sumpah Dojo, Sebelas motto dan ajaran ajaran lainnya.
Sering seringlah menyempatkan diri untuk membacanya dan mencoba diresapi serta melihat kesehari hariannya apakah sudah ada yang dipraktekkan atau disampaikan kepada orang lain khususnya para warga yang berlatih di dojo.
Dengan berbuat demikian, kita masih akan tetap sadar bahwa Shin-Kyokushin adalah budo karate, bukan sekedar sport karate. Kalau ada yang mengatakan perguruanmu sudah kehilangan budo karate, segera memberikan klarifikasi, bukan sebaliknya ikut ikutan menyatakan memang sudah tidak ada budonya lagi, lalu apa kerjaanmu selama ini.
Harus terus diingat seandainya jiwa budo sudah tidak ditegakkan lagi, maka perguruan ini sudah tidak pantas menyandangnama Kyokushin. Sosai Mas Oyama sudah menekankan berkali-kali masalahini.
Nilai nilai budo tetap harus ada didalam ajaran. Kalau dirasakan sudah tidak ada, harus bertanya terhadap diri sendiri apakah sudah benar benar menghayatinya dengan baik karena semuanya dimulai dari dirinya sendiri.
J. B. Sujoto
KetuaDewan Guru
President WKO Asia