Sejarah Kyokushin Indonesia
Akhir tahun 1966 seorang pemuda yang gemar seni beladiri dan sering terlibat perkelahian membela temannya diwaktu muda , meninggalkan kampung halamannya, pulau Bintan, menuju ke Pemangkat, Kalimantan Barat dengan berlayar selama 14 hari dari satu pulau ke pulau lain untuk bergabung dengan familinya bersama-sama menuju ke kota Malang meneruskan sekolah di Sekolah Menengah Atas Santo Yusup. Tiba di Malang awal 1967 langsung menuju ke pemondokan di daerah Jl. Muria, Malang.
Ketika itu seni beladiri Jujitsu begitu populer di kota Malang dan banyak temannya yang berlatih ilmu beladiri tsb. Tetapi sang pemuda ini tidak begitu tertarik, menurutnya kurang praktis. Dia mulai tertarik dengan film – film beladiri yang memperlihatkan kehebatan pukulan tangan kosong dengan sekali pukul mematikan lawan (ichi geki hisattsu) yang lebih populer disebut Karate.Â
Pertengahan 1967 , teman sekelasnya yang bernama Hok Gwan memberitahukan, bahwa dia mulai belajar beladiri Karate di kota Batu (18 Km dari Malang ) dengan seorang guru bernama Nardi dan nama perguruannya Go No Sen. Pemuda ini sangat tertarik dan minta dikenalkan dengan sang guru tsb. Namun keinginan untuk segera ikut berlatih baru terwujud ketika mulai dibuka cabang pertama Go No Sen di PMKRI Malang pada bulan Februari 1968. Sejak itulah sang pemuda yang sangat tertarik dengan ilmu beladiri Karate mulai rajin berlatih setiap ada kesempatan. Rupanya kegairahan masa mudanya disalurkan melalui latihan seni beladiri ini.
Tidak ada satu hari pun dilewati tanpa berlatih karate. Diantara teman-teman latihan sebanyak kurang lebih 100 orang, tinggal hanya dia sendiri yang bertahan. Pemuda tsb. adalah Shihan J.B. Sujoto, pimpinan Kyokushin Karate di Indonesia pada saat ini.Â
Th.1969 , setamat dari sekolah, dia diajak oleh gurunya pindah ke Batu untuk melanjutkan latihan dan sekaligus membantu mengembangkan perguruan karate ini . Keluarganya yang meminta dia agar segera kembali ke rumah apabila tidak ingin melanjutkan sekolah, tidak ditanggapi dan memilih untuk berlatih karate .
Melihat kesungguhan hati pemuda ini, pada pertengahan 1970, gurunya memberanikan diri meninggalkan Tanah Air menuju ke Singapore ( Pusat Kyokushin Asia Tenggara ) selama 3 bulan dan Tokyo ( Pusat Kyokushin ) selama 3 bulan untuk memperdalam karate aliran Kyokushin dan sekali gus minta pengakuan sebagai perwakilan Kyokushin di Indonesia . Total meninggalkan Tanah Air selama 6 bulan .
Selama 6 bulan , pemuda yang sudah berketetapan hati untuk mengabdikan hidupnya pada seni beladiri karate ini merintis dojo-dojo baru dan berlatih serta melatih di kota-kota Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Batu sendiri setiap hari.
Seluruh hasil yang diperoleh dari melatih dikirim ke gurunya setiap bulan yang sedang melanjutkan latihan diluar negeri selama setengah tahun . Semangatnya sangat besar dan pengabdiannya total serta harapannya sangat tinggi terhadap perguruan karate ini . Didalam menjalankan tugasnya, kadang-kadang dia dibantu oleh Unang Hendrawan, salah satu senior yang aktif . Bersamaan pada waktu itu cabang Surabaya juga sudah dirintis dan dilatih oleh Handy Setiawan .
Akhir 1970 gurunya kembali dari Tokyo dengan status resmi sebagai pimpinan perwakilan Kyokushin di Indonesia. Nama Go No Sen diganti dengan nama Pembinaan Mental Karate Kyokushinkai Karate-Do Indonesia.
Awal 1971 diadakan latihan khusus untuk membentuk kader-kader pelatih. Diantara 15 orang yang menjalankan latihan hanya 2 orang yang dinyatakan lulus yaitu Sujoto dan Unang. Begitu selesai menjalankan latihan khusus selama 2 minggu, Sujoto dikirim ke Jember (Jatim) merintis dojo baru. Selama 7 bulan di Jember, dia ditarik kembali ke Batu dan Unang menggantikan posisinya .
Awal 1972 dia dikirim ke Madiun untuk merintis dojo baru dan dari sana berturut-turut membuka dojo-dojo baru di Kediri, Caruban, Solo dan Yogya .Â
Di Kediri inilah muncul seorang murid yang bernama Sukarno Djunaedi yang tetap aktif dan loyal kepada Kyokushin sampai sekarang dan kini sebagai Anggota Dewan Guru .Â
Jadi total ada 5 kota yang harus didatangi setiap hari untuk memberikan latihan dan latihan . Dari Senen hingga Minggu , dan berangkat dari pagi hari hingga kembali ke Madiun pada tengah malam.
Orang lain bertanya-tanya apakah tidak melelahkan menjalankan tugas-tugas tsb , tetapi sang pemuda ini sangat menikmatinya , karena dari tugas melatih setiap hari itu, tumbuh kematangan mental spiritualnya disamping teknik karate dan kekuatan phisik. Keyakinan dirinya yang tinggi itulah membuat dia dikenal tahan pukul terhadap setiap lawan yang dihadapi sehingga dikatakan memiliki dada tebal. “Sesungguhnya bukan hanya saya yang tahan pukul, mereka yang latihannya sedemikian rupa juga memiliki kemampuan serupa”, komentar pemuda ini.Â
Pada tahun 1972 dia menerima sabuk hitam tingkat pertama (DAN I ) setelah dicoba melawan sebanyak 17 orang yang hadir secara bergantian. Kalau di pusat Jepang untuk mengambil tingkatan DAN I diharuskan melawan 10 orang secara bergantian, sedangkan gurunya mencoba pada dirinya sebanyak 17 orang . Ini pengalaman yang tidak dimiliki oleh orang lain kecuali dia .
Selama di Madiun dia tinggal serumah dengan Bondan Gunawan , mantan Sekretaris Negara R.I. yang hingga kini masih terjalin persahabatan dengan baik. Bondan termasuk murid pertama di Madiun . Sering terlibat diskusi mengenai perkembangan perguruan karate ini dan dia paling tahu bagaimana loyalitas pemuda ini terhadap gurunya . Bondan hingga sekarang masih aktif sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Kyokushin .
Desember 1973, sekali lagi Sujoto dikirim ke Semarang (Jawa Tengah) untuk merintis dojo baru . Karena harus menanggung biaya hidup seorang adik yang mengikutinya , dia mulai merangkap bekerja pada sebuah biro perjalanan yang mengijinkan dia tetap melatih pada hari-hari tertentu . Meskipun demikian, dia masih terus berusaha membuka cabang-cabang baru seperti di Tegal, Pekalongan, Salatiga dan Semarang sendiri . Karena sudah mulai bermunculan kader-kader pelatih, cabang-cabang tersebut langsung diisi dengan pelatih baru .Â
Selanjutnya kehidupan di perguruan karate ini hanya diisi dengan melatih di Semarang dan membantu pengawasan perkembangan di wilayah Jawa Tengah.Â
Lama kelamaan ,mulai terasa ada kejenuhan karena pertumbuhan perguruan ini terasa monoton . Keinginan untuk dapat melanjutkan latihan ke tingkat yang lebih tinggi tidak tersalurkan , sementara kemampuan organisasi perguruan tidak juga mengalami peningkatan . Namun demikian Sujoto masih tetap membantu melaksanakan kegiatan – kegiatan termasuk kejuaraan-kejuaraan .Â
Tahun 1975 dia menerima sabuk hitam tingkat keduaÂ
( DAN II ) .Â
Mei 1978, Sujoto menikah dengan Lanita, seorang dokter di RS.Telogorejo Semarang . Dojo di Tegal juga dirintis melalui jasa istrinya yang memang berasal dari Tegal .
April 1981, Sujoto sudah benar-benar merasa jenuh dan menginginkan suatu perubahan didalam organisasi perguruan ini dan dia berangkat ke Batu untuk mendiskusikan hal tsb. dengan gurunya . Hal paling prinsip yang diusulkan adalah supaya diberlakukan sistem desentralisasi agar daerah dapat lebih leluasa didalam menyelenggarakan kegiatan organisasi namun tetap terikat dengan pusat, jadi bukan lepas total . Usulan yang semula disambut dengan baik akhirnya ditolak mentah-mentah .
Disamping bermaksud menyampaikan pemikiran demi kemajuan perguruan, Sujoto juga pamit akan berangkat ke Singapore sekalian pulang ke kampung halaman. Pulau Bintan dan Singapore letaknya berdekatan . Gurunya menitip pesan agar menanyakan kesiapan Singapore didalam menghadapi Kejuaraan Indonesia yang mengundang negara-negara dari Asia Pasifik pada bulan Juni 1981 di Jakarta .
Pertemuan pertama dengan Shihan Peter Chong, Ketua Kyokushin Asia Tenggara, dia langsung menyerang Shihan Nardi habis-habisan mengenai sikapnya yang tidak bersahabat serta sistem sentralisasi yang dijalankan selama ini . Rupanya pernah ada beberapa organisasi karate dari Indonesia yang ingin bergabung dengan Kyokushin melalui Singapore tetapi ditolak oleh Shihan Nardi . Peristiwa demikian membuat mereka tidak dapat bekerja sama dengan baik .
Setelah mendapat kesempatan untuk berbicara, Sujoto menyampaikan pesan dari gurunya mengenai masalah persiapan Kejuaraan pada bulan Juni 1981 yad . Shihan Peter Chong yang masih belum puas , melanjutkan penjelasan mengenai sistem otoriter yang dijalankan Shihan Nardi selama ini . Sujoto yang memang sudah berketetapan untuk mengundurkan diri sekembalinya dari Singapore , akhirnya menyampaikan pemikirannya mengenai sistem desentralisasi yang pernah diusulkan kepada gurunya , namun tidak disetujui , dan oleh karena itu berkeputusan akan mengundurkan diri dari dunia karate .
Mendengar demikian, Shihan Peter Chong langsung menyarankan agar dia jangan mundur dan menyanggupi untuk membantu Sujoto mewujudkan keinginannya melaksanakan sistem desentralisasi dengan cara mengangkat Sujoto sebagai Branch Chief di wilayah Jawa Tengah .
Mendengar tawaran demikian, Sujoto mengajukan satu persyaratan, yaitu bahwa keputusan tsb. harus bisa di terima oleh Sosai Masutatsu Oyama, Shihan Peter Chong dan Shihan Nardi . ” Saya hanya berbeda pandangan didalam penyelenggaraan organisasi perguruan , tetapi saya tetap respek terhadap Shihan Nardi, karena dia adalah guru saya ” , demikian ditambahkan Sujoto.
Mendengar demikian, Shihan Peter Chong langsung menimpali, ” Kamu benar, bagaimanapun dia adalah orang pertama yang mengajarimu karate ” . Itulah Budo Karate yang memegang teguh jiwa satria .
Sayang sekali, masalah desentralisasi yang rencananya akan dibicarakan di Jakarta pada saat Kejuaraan tidak terlaksana karena Sosai Masutatsu Oyama tidak jadi hadir . Supaya urusan tidak menjadi runyam, maka Sujoto minta Shihan Peter Chong agar jangan menyinggung permasalahan ini lagi karena akan sia-sia saja mengingat mereka berdua tidak akur .
Sujoto sungguh-sungguh sudah menyerah dan ingin mengundurkan diri begitu kejuaraan selesai. Namun Shihan Peter Chong memberi harapan lagi dengan mengatakan, bahwa awal bulan November 1981 ada Kejuaraan All Japan Open Karate Tournament di Tokyo dan dia akan hadir , begitu juga Shihan Nardi . Jadi sang pemuda yang sudah berancang-ancang untuk mengundurkan diri diminta untuk bersabar hingga bulan November 1981 sekembalinya dari Tokyo .
Mendengar demikian, Sujoto akhirnya bersedia menunggu , karena pada dasarnya Kyokushin Karate sudah menjadi bagian dari hidupnya. Namun demikian, peristiwa selanjutnya merubah jalan hidup sang pemuda ini.
Begitu kejuaraan selesai , terjadi suatu perubahan yang sangat dahsyat . Tanpa diduga , Sujoto akhirnya dipecat dan di cap sebagai penghianat perguruan dengan tuduhan-tuduhan yang sangat menyakitkan hati . Pemuda yang hidupnya sudah diserahkan dengan sepenuh hati kepada Kyokushin Karate dan sangat loyal terhadap perguruannya , akhirnya harus mengalami tekanan bathin yang luar biasa.
Keinginan untuk mengundurkan diri dari dunia karate secara suka rela pada awalnya menjadi berbalik 180 derajat . Timbul suatu tekad yang luar biasa untuk berangkat ke Pusat Kyokushin di Tokyo untuk menghadap Sosai Masutatsu Oyama untuk mendapatkan suatu solusi yang pasti sebelum akhirnya benar-benar mengucapkan selamat jalan terhadap Kyokushin Karate didalam kehidupannya kalau Sosai Oyama juga memberi keputusan yang sama seperti gurunya .
Awal Oktober 1981 Sujoto menuju ke Honbu Kyokushin, Tokyo . Rupanya jalan hidup Sujoto masih harus panjang di Kyokushin. Sosai Masutatsu Oyama, pendiri Kyokushin Karate, yang tidak pernah bertemu dengan Sujoto sebelumnya, mempunyai penilaian yang lain setelah bertemu dengan Sujoto yang harus menunggu di Tokyo hampir 3 minggu lamanya .
Kehidupan Sosai Oyama sehari-hari selalu mengelilingi dojo-dojo baik didalam negeri maupun diluar negeri . Kyokushin Karate sudah tersebar di hampir 100 negara . Setelah melihat sendiri dan mendengar semua yang disampaikan Sujoto, akhirnya dia di angkat resmi sebagai Branch Chief untuk wilayah Jawa Tengah pada tanggal 24 Oktober 1981 . Tekanan bathin selama 4 bulan hilang seketika ; suatu semangat yang luar biasa menyelinap kedalam hatinya untuk segera pulang kembali ke Tanah Air dan melanjutkan hidupnya di dunia Kyokushin Karate yang hampir ditinggalkan .Â
Tiba di Tanah Air beberapa senior yang masih tetap respek menyambut kedatangannya dan ikut merayakan keberhasilan dari sebuah perjuangan kebenaran yang sesungguhnya, sesuai nama perguruan ini yaitu ” Kyokushin ” .
Berjuanglah hingga mencapai yang paling sejati .
TO BE CONTINUE – SEJARAH 2